Rabu, 09 Januari 2013

MUI: Pecat Kepala KUA yang Menikahkan Pasangan Lesbi


Kamis, 10 Januari 2013

JAKARTA- Ketua Majelis Ulama
Indonesia (MUI) KH Amidhan,
mengatakan, lolosnya pernikahan
pasangan sejenis di Kantor Urusan
Agama (KUA) Seibeduk, Batam,
Kepulauan Riau merupakan
kecerobohan. Menurutnya,
kesalahan tersebut tidak dapat
ditoleransi karena persyaratan
untuk menikah mestinya
dilakukan pemeriksaan mulai dari
tingkat desa.
“Jika memang terbukti
(menikahkan pasangan sejenis),
pecat Kepala KUA nya. Ini selain
melanggar Syariat Agama Islam
juga bertentangan dengan
Undang-undang perkawinan,” kata
Amidhan saat dihubungi Okezone.
Dalam Undang-undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan
disebutkan, perkawinan
merupakan ikatan lahir batin
antara seorang pria dan wanita
sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga.
“Jika petugas menikahkan
pasangan sesama laki-laki atau
perempuan, jelas ini merupakan
pelanggaran,” tegasnya.
Agar dapat menikah, pasangan
calon pengantin harus
mendapatkan pengantar dari desa
yang menerangkan jenis kelamin
maupun statusnya. Hal itu
bertujuan untuk menghindari
pemalsuan atau manipulasi data
yang masuk ke KUA.
“Mestinya petugas mempunyai
waktu 10 hari untuk meneliti
berkas-berkas persyaratan yang
diajukan,” tambah Amidhan
Jika terbukti proses pernikahan
sejenis antara Angga Soetjipto
(23) dan Ninies Ramiluningtyas
(41), menggunakan jalur ekspres
tanpa menyertakan dokumen
pengantar dari RT/RW setempat,
maka kuat dugaan terjadi praktik
suap menyuap agar dapat lolos
administrasi.
“Kalau tidak menggunakan surat
pengantar dari desa, kemungkinan
mereka membayar sejumlah uang.
Itu artinya suap, sehingga terjadi
pelanggaran berganda. Yakni pada
suap dan menikahkan pasangan
sejenis,” tambahnya.
Menurut Amidhan, pernikahan
sejenis merupakan tindakan dosa
besar. Untuk itu, dia mengimbau
kepada para pelakunya untuk
bertaubat dan kembali kepada
jalan yang benar. Sementara
surat-surat yang telah
dikeluarkan KUA pada pernikahan
sejenis itu, segera ditarik kembali
agar tidak menimbulkan
kemudaratan.

Dok. Taufik Budi - Okezone
(tbn)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar