BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filsafat merupakan ilmu yang mempelajari hakikat atas
kebenaran sesuatu atau studi yang membahas tentang fenomena kehidupan dan
pemikiran mausia secara kritis. Ada banyak filusuf-filusuf yang terkenal dengan
pemikirannya masing-masing dan filusuf yang terkenal dalam pemikiran kritisisme
adalah Immanuel Kant.
Kant mengatakan bahwa filsafat yaitu ilmu pokok dari segala
pengetahuan yang meliputi empat persoalan yaitu metafisika, etika, agama, dan
antropologi. Menurut Kant kritisisme adalah penggabungan antara aliran filsafat
sebelumnya yaitu Rasionalisme yang dipelopori oleh Rene Descartes dan empirisme
yang dipelopori oleh David Hume.
Untuk lebih jelasnya kita mempelajari filusuf tentang
kritisisme yaitu Immanuel Kant kita lebih baiknya mengetahui lebih dalam
tentang Immanuel Kant, yaitu tentang biografinya maupun dan tentang
pemikirannya.
B. Rumusan
Masalah
Masalah
yang akan dibahas dalam makalah ini antara lain:
1.
Bagaimana biografi dan Kritisisme Immanuel Kant?
2.
Bagaimana ciri-ciri kritisisme?
3.
Apa saja karya-karya Immanuel Kant?
C. Tujuan
Pembahasan
Tujuan dari pembahasan dalam penulisan makalah Kritisisme
ini yaitu supaya pembaca dapat mengetahui lebih dalam tentang biografi dan Kritisisme
Immanuel Kant. Serta lebih mengetahui apa yang dimaksud dengan kritisisme dan
mengetahui isi karya-karya Kant.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Biografi
dan Pemikiran Immanuel Kant
a. Biografi
Immanuel Kant
Immanuel Kant lahir pada tahun 1724 M di Konisbergen, Prusia
Timur (sesudah PD II dimasukkan ke Uni Soviet dan namanya diganti menjadi
Kaliningrad), Jerman. Kant berasal dari keluarga miskin. Pada usia delapan
tahun kant menjadi murid di gymnasium. Ia sejak kecil tidak pernah
meninggalkan desanya, kecuali saat ia mengajar di desa tetangganya. Untuk
mencari nafkah demi kehidupannya, ia sambil bekerja menjadi guru pribadi
(privatdozen) pada beberapa keluarga kaya. Kant adalah orang yang yang hidupnya
selalu teratur, ia hidupnya disiplin dan tenang, dan ia hampir tidak
berpergian. Kant melanjutkan studinya tentang teologi di Universitas Konigsberg
. Namun perhatiannya justru tercurah pada filsafat, ilmu pasti dan fisika.
Karena tidak mampu membiayai studinya, kant memperoleh uang studinya dari beasiswa.
Dari tahun 1755 sampai tahun 1770, ia memberikan banyak kuliah sebagai dosen
tamu. Pada 1775 Kant rnemperoleh gelar doktor dengan disertasi benjudul
“Penggambaran Singkat dari Sejumlah Pemikiran Mengenai Api” (Meditationum
quarunsdum de igne succinta delineatio). Sejak itu ia mengajar di Univensitas
Konigsberg. Kant mengajar untuk ilmu pasti, ilmu alam, hukum, teologi,
filsafat, dan masih banyak bidang lain. Kuliah beliau sangat menarik karena ia
membuat mahasiswa berpikir sendiri. Sejak tahun 1770 ia menjabat sebagai guru
besar di Universitas Konigsberg. Pada Maret 1770, ia diangkat menjadi profesor
logika dan metafisika dengan disertasi Mengenai Bentuk dan Azas-azas dari Dunia
Inderawi dan Budiah (De mundi sensibilis atgue intelligibilis forma et principiis).
Kant mengalami tiga periode dalam hidupnya yaitu;
1. Kant
melaksanakan ilmu alam dan filsafat alam menurut gaya Newton dan Wolff. Periode
rasionalistis ini berlaku sampai tahun 1755 (copleston VI, 185).
2. Setelah
karya Hume diterjemahkan dalam bahasa Jerman (1756), ia sangat dipengaruhi
Hume. Ia berpotensi skeptis tentang pengetahuan filosofis.
3. Sekitar
tahun 1770 mulailah periode kritis. Ia mendapat penerangan besar tentang nilai
hukum-hukum ilmiah, dengan konsekuensinya. Lalu ia mulai merencanakan membuat
buku mengenai hal itu. Namun baru pada tahun 1781 diterbitkan buku Kritik
der reinen Vernunft. Dan tahun 1787 diterbitkan buku edisi kedua.[1]
Kemudian dalam waktu singkat diterbitkanlah buku yang berjudul “kritik-kritik”
yang memuat tentang kehendak, penilaian estetis, dan tentang Agama.
Kant meninggal pada tanggal 12 Februari tahun1804 di
Konigsberg pada usianya yang kedelapanpuluh tahun.
b.
Kritisisme Imanuel Kant
Filsafat Kant merupakan titik tolak periode baru bagi
filsafat Barat. Ia mengatasi dan menyimpulkan aliran Rasionalisme dan
Empirisme, yang dibantah oleh Copleston VI. Dari satu pihak ia mempertahankan
obyektifitas, universalitas, dan keniscayaan. Dalam filsafat Kant, tekanan yang
utama terletak pada kegiatan atau pengertian dan penilaian manusia. Bukan
seperti empirisme yang menekankan pada aspek psikologi, melainkan sebagai
analisa kritis, pada pemahaman Kant yang baru, dan sering disebut “revolusi
Kopernikus yang kedua”.[2]
Kant memandang rasionalisme dan empirisme senantiasa berat
sebelah dalam menilai akal dan pengalaman sebagai sumber pengetahuan. Kant
tidak menentang adanya akal murni, ia hanya menunjukkan bahwa akal murni itu
terbatas. Akal murni menghasilkan pengetahuan tanpa dasar indrawi atau
independen dari alat pancaindra.
Kant dalam argumennya, bahwa akal dipandu oleh tiga ide
transcendental, yaitu ide psikologis yang disebut jiwa, ide dunia, dan ide
tentang Tuhan. Ketiganya tersebut memiliki fungsi masing-masing, yaitu “ide
jiwa” menyatakan dan mendasari segala gejala batiniah yang merupakan cita-cita
yang menjamin kesatuan terakhir dalam bidang psikis, “ide dunia” menyatakan
segala gejala jasmaniah, “ide Tuhan” mendasari segala gejala, segala yang ada,
baik batiniah maupun yang lahiriah (Ahmad Tafsir, 2005:150-151, lihat Mircea
Eliade,t.:247)
Kant mengarang macam-macam kritik mengenai akalbudi,
kehendak, rasa, dan agama. Dalam karyanya yang sering disebut metafisika.
Menurutnya Metafisika merupakan uraian sistematis mengenai keseluruhan
pengertian filosofis yang dapat dicapai. Ia berpendapat bahwa pada
sekurang-kurangnya pada prinsipnya mungkin untuk memperkembangkan suatu
metafisika sistematis yang lengkap. Namun Kant mulai meragukan kemungkinan dan
kompetensi metafisik, sebab menurut dia metafisik tidak pernah menemukan metode
ilmiah yang pasti untuk memecahkan masalahnya, maka perlu diselidiki dahulu
kemampuan dan batas-batas akal-budi.
Immannuel Kant membedakan akal (vertstand) dari rasio dan
budi (vernuft). Tugas akal merupakan yang mengatur data-data indrawi, yaitu
dengan mengemukakan “putusan-putusan”. Sebgaimana kita melihat sesuatu, maka
sesuatu itu ditrasmisikan ke dalam akal, selanjutnya akal mengesaninya. Hasil
indra diolah sedemikian rupa oleh akal, selanjutnya bekerja dengan daya fantasi
umtuk menyusun kesan-kesan itu sehingga menjadi suatu gambar yang dikuasai oleh
bentuk ruang dan waktu.[3]
Pemikiran-pemikiran Kant yang terpenting diantaranya adalah
tentang “akal murni”. Menurut Kant dunia luar itu diketahui hanya dengan
sensasi, dan jiwa, bukanlah sekedar tabula rasa. Tetapi jiwa merupakan alat
yang positif, memilih dan merekontruksi hasil sensasi yang masuk itu dikerjakan
oleh jiwa dengan menggunakan kategori, yaitu dengan mengklasifikasikan dan
memersepsikannya ke dalam idea. Melalui alat indara sensasi masuk ke otak, lalu
objek itu diperhatikan kemudian disadari. Sensasi-sensasi itu masuk ke otak
melalui saluran-saluran tertentu yaitu hukum-hukum, dan hukum-hukum tersebut
tidak semua stimulus yang menerpa alat indra dapat masuk ke otak. Penangkapan
tersebut telah diatur oleh persepsi sesuai dengan tujuan. Tujuan inilah yang
dinamakan hukum-hukum(Ahmad Syadali dan Mudzakir, 2004: 121).
Demikian gagasan Immanuel Kant yang menjadi penggagas
Kritisisme. Filsafat memulai perjalanannya dengan menyelidiki batas-batas
kemampuan rasio sebagai sumber pengetahuan manusia. Maka Kritisisme berbeda
dengan corak filsafat modern sebelum sebelumnya yang mempercayai kemampuan
rasio secara mutlak.
Dengan Kritisisme yang diciptakan oleh Immanuel Kant,
hubungan antara rasio dan pengalaman menjadi harmonis, sehingga pengetahuan
yang benar bukan hannya pada rasio, tetapi juga pada hasil indrawi. Kant
memastikan adanya pengetahuan yang benar-benar “pasti”, artinya menolak aliran
skeptisisme, yaitu aliran yang menyatakan tidak ada pengetahuan yang pasti.
Zaman pencerahan atau yang dikenal di Inggris dengan enlightenment.
Terjadi pada abad ke 18 di Jerman. Immanuel Kant mendefinisikan zaman itu
dengan mengatakan “dengan aufklarung, manusia akan keluar dari keadaan
tidak akil balig (dalam bahasa Jerman: unmundigkeint), yang dengan ia
sendiri bersalah”. Sebabnya menusia bersalah karena manusia tidak menggunakan
kemungkinan yang ada padanya yaitu rasio. Dengan demikian zaman pencerahan
merupakan tahap baru dalam proses emansipasi manusia barat yang sudah dimulai
sejak Renaissance dan reformasi. Di Jerman, seorang filosof besar yang melebihi
zaman aufklarung telah lahir yaitu Immanuel Kant.
B. Ciri-ciri
Kritisisme
Isi utama dalam kritisisme yaitu gagasan Immanuel Kant
tentang teori pengetahuan, etika, dan estetika. Gagasan tersebut muncul karena
ada pertanyaan-pertanyaan yang mendasar yang timbul pada pemikiran Immanuel
Kant. Pertanyaan-pertanyaan tersebut yaitu:
1. Apa yang dapat saya ketahui?
2. Apa yang harus saya lakukan?
3. Apa yang boleh saya harapkan?
Ciri-ciri
Kritisisme Immanuel Kant dapat disimpulkan menjadi tiga hal yaitu:
1.
Menganggap objek pengenalan berpusat pada subjek dan bukan pada objek.
2. Menegaskan
keterbatasan kemampuan rasio manusia untuk menetahui realitas atau hakikat
sesuatu, rasio hanya mampu menjangkau gejalanya atau fenomenanya saja.
3. Menjelaskan
bahwa pengenalan manusia atas sesuatu itu diperoleh atas perpaduan antara
peranan unsure “a priori” (sebelum di buktikan tapi kita sudah percaya) yang
berasal dari rasio serta berupa ruang dan waktu dan peranan unsur
“aposteoriori” (setelah di buktikan baru percaya) yang berasal dari pengalaman
yang berupa materi.
C. Karya-karya
Immanuel Kant
Immanuel Kant bermaksud mengadakan penelitian yang kritis
terhadap rasio murni, dan Kant mewujudkan pemikirannya tersebut ke dalam
beberapa buku yang sangat penting yaitu tentang kritik. Buku-bukunya antara
lain berjudul:
a.
Kritik atas Rasio murni (kritik der reimem Vernunft)
tahun 1781
Dalam kritik ini Kant menjelaskan bahwa ciri pengetahuan
adalah bersifat umum, mutlak, dan memberi pengertian baru. Untuk itu Kant
terlebih dulu membedakan adanya tiga macam putusan. Pertama, putusan analitis
“a priori” di mana predikat tidak menambah sesuatu yang baru pada subjek,
karena sudah termuat di dalamnya (misalnya, setiap benda menempati ruang).
Kedua, putusan sintesis “aposteriori”, misalnya pernyataan"meja itu
bagus", di sini predikat dihubungkan dengan subjek berdasarkan pengalaman
indrawi. Ketiga, putusan sintesis “a priori” di sini dipakai sebagai suatu
sumber pengetahuan yang kendati bersifat sintetis, namun bersifat a priori
juga. Misalnya, putusan yang berbunyi "segala kejadian mempunyai
sebabnya". Putusan ini berlaku umum dan mutlak (jadi a priori), namun
putusan ini juga bersifat sintetis dan aposteriori, Sebab di dalam pengertian
"kejadian" belum dengan sendirinya tersirat pengertian
"sebab". Maka di sini baik akal ataupun pengalaman indrawi dibutuhkan
serentak. Ilmu pasti, mekanika, dan ilmu pengetahuan alam disusun atas putusan
sintetis yang bersifat a priori ini. Menurut Kant, putusan jenis ketiga inilah
syarat dasar bagi apa yang disebut pengetahuan (ilmiah) dipenuhi, yakni
bersifat umum dan mutlak serta memberi pengetahuan baru.[4]
b.
Pada Taraf Indra
Dalam buku ini unsur a priori memainkan peranan
bentuk dan unsure aposteriori memainkan peranan materi. Menurut Kant
unsure a priori itu sudah terdapat pada tarap indra.
Ia berpendapat bahwa dalam pengatahuan indrawi selalu ada
dua bentuk a priori, yaitu ruang dan waktu. Jadi ruang tidak merupakan
ruang kosong, dimana benda-benda diletakkan; ruang tidak merupakan “ruang dalam
dirinya”(ruang an sinch). Waktu bukan merupakan suatu arus tetap, dimana
pengindraan-pengindraan bisa ditempatkan.
c.
Pada Taraf Akal Budi
Kant membedakan akal budi (Verstand) dengan rasio
(Vernunff). Tugas akal budi ialah menciptakan orde antara data-data indrawi.
Dengan kata lain akal budi mengucapkan putusab-putusan. Pengenalan akal budi
juga merupakan sintesis antara bentuk dengan materi. Materi adalah data-data
indrawi dan bentuk adalah a priori, yang terdapat pada akal budi. Bentuk
a priori ini dinamakan Kant dengan istilah “kategori”. (Juana S. Pradja,
2000: 79). Menurut Kant ada duabelas kategori, tetapi yang terpenting dapat
disebut disini hanya dua kategori saja, yaitu substansi dan kausalitas
(sebab akiabt). Akal budi mempunyai struktur sedemikian rupa, sehingga terpaksa
mesti memikirkan data-data indrawi sebagai substansi atau menurut ikatan sebab
akibat atau menurut kategori lainnya.
d.
Pada Taraf Rasio
Menurut Juhaya S. Pradja, tugas rasio ialah menarik
kesimpulan dari keputusan-keputusan. Dengan kata lain, rasio mengadakan
argumenasi-argumentasi. Seperti akal budi menggabungkan data-data indrawi
dengan mengadakan putusan-putusan, demikian pula rasio menggabungkan
putusan-putusan.
Kant memperlihatkan bahwa rasio membentuk argumentasi itu
dengan dipimpin tiga ide, yaitu jiwa, dunia dan Allah. Ide menurut Immanuel
Kant ialah cita-cita yang menjamin kesatuan terakhir dalam bidang gejala psikis
(jiwa), kejadian jasmani (dunia), dan segala galanya yang ada (Allah). Ketiga
ide tersebut mengatur argumentasi kita tentang pengalaman., tetapi ketiga ide
itu sendiri tidak termasuk pengalaman kita. Karena kategori akal budi hanya
berlaku pada pengalaman, dan kategori itu tidak berlaku pada ide-ide, hal
tersebutlah yang diusahakan dalam metafisika.Bagian yang terpenting dari buku
Kant yaitu Critique on Peru Reason adalah filsafat Kant tentang transcendental
aesthethic yang merupakan transcendental philosophy. Transcendental
aesthethic membicarakan ruang dan waktu.
e.
Kritik Atas Rasio Praktis
Rasio murni yang dimaksudkan Immanuel Kant adalah rasio yang
dapat menjalankan roda pengetahuan. Akan tetapi diasmping rasio murni terdapat rasio
praktis, yaitu rasio yang mengatakan “apa yang harus kita lakukan” atau
dengan kata lain “rasio yang memberikan perintah kepada kehendak kita”.
Kant memperlihatkan bahwa rasio praktis memberikan perintah
yang mutlak yang disebut sebagai imperatif kategori. Kant beranggapan
bahwa ada tiga hal yang harus disadari sebaik-baiknya bahwa ketiga hal tersebut
dibuktikan, hanya dituntut, yang disebut Kant ketiga postulat dari rasio
praktis. Ketiga itu adalah kebebasa kehendak, inmoralitas jiwa, dan adanya
Allah.(Juhaya S. Pradja, 2000:82). Menerima ketiga hal tersebut dinamakan
Kant sebagai Gloube alias kepercayaan, dengan demikian Kant berusaha untuk
mempengaruhi keyakinannya atas Yesus Kritus dengan penemuan filsafatnya.
f.
Kritik atas Daya Pertimbangan
Kritik atas Daya Pertimbangan terdiri dari sebuah
pendahuluan. Kant mengemukakan delapan pokok persoalan di antaranya adalah
bagaimana cara ia berusaha merukunkan dua karya kritik sebelumnya di dalam satu
kesatuan yang menyeluruh. Bagian pertama dari karya itu berjudul “Kritik atas
daya penilaian estetis” dan terbagi menjadi dua bagian yang terkait dengan
penilaian estetis yaitu analisa daya penilaian estetis dan dialektika daya
penilaian estetis. Analisa putusan estetis dibagi lagi menjadi dua bagian yaitu
analisa tentang cantik (beautiful) dan analisa tentang agung (sublime)[5].
Kritik ketiga dari Immanuel Kant atas rasio dan empirisme yaitu dalam karyanya critique
of jidgement. Sebagai konsekuensi dari “kritik atas rasio umum” dan “kritik
atas rasio praktik” ialah munculnya dua lapangan tersendiri yaitu lapangan
keperluan mutlak dibidang alam dan lapangan kebebasan dibidang tingkahlaku
manusia.
Kritisisme Immanuel Kant sebenarnya telah memaduakan dua
pendekatan dalam pencarian keberadaan sesuatu yang juga tentang kebenaran
substanstial dari sesuatu itu. Kant seolah-olah mempertegas bahwa rasio tidak
mutlak dapat menemukan kebenaran, karena rasio tidak membuktikan, demikian pula
pengalaman, tidak dapat selalu dijadikan tolak ukur, karena tidak semua
pengalaman benar-benar nyata dan rasional, sebagaimana mimpi nyata, tetapi
“tidak real”, yang demikian sukar untuk dinyatakan sebagai kebenaran.[6]
Dengan demikian, rasionalisme dan empirisme seharusnya
bergabung agar melahirkan suatu paradigma baru bahwa kebenaran empiris harus
rasional sebagaimana kebenaran rasional harus empiris. Jika demikian maka
kemungkinana akan lahir aliran baru yaitu Rasionalisme empiris.
BAB III
PENUTUP
Filsafat Immanuel Kant yaitu kritisisme merupakan aliran
filsafat yang menggabungkan antara aliran filsafat sebelumnya yaitu
Rasionalisme yang dipelopori oleh Rene Descartes dan Empirisme yang dipelopori
oleh David Hume. Kant mempunyai beberapa karya yang sangat penting yaitu kritik
atas rasio murni, kritik atas rasio praktis, kritik atas pertimbangan, pada
taraf indra, pada taraf akal budi, pada taraf rasio. Beberapa karyanya inilah
yang sangat mempengaruhi pemikiran filosof sesudahnya, yang mau tak mau
menggunakan pemikiran kant. Karena pemikiran kritisisme mengandung
pedoman-pedoman berfikir yang rasional dan empiris.
DAFTAR PUSTAKA
Anton,
Bakker,Dr. 1986. Metode-Metode Filsafat. Jakarta: Ghalia Indonesia
Abdul
Hakim Atang,Drs dan Ahmad Saebani Beni,Drs. 1984. Filsafat Umum dari
Metologi Sampai Teofilosofi. Bandung: Pustaka Setia
http://ozziexdanuarta.blogspot.com/2009/10/kritisisme-filsafat-ilmu.html
[3]
Abdul Hakim Atang,Drs dan Ahmad Saebani Beni,Drs. 1984. Filsafat Umum dari
Metologi Sampai Teofilosofi. Bandung: Pustaka Setia, hal.280
[6]
Abdul Hakim Atang,Drs dan Ahmad Saebani Beni,Drs. 1984. Filsafat Umum dari
Metologi Sampai Teofilosofi. Bandung: Pustaka Setia, hal.288
Tidak ada komentar:
Posting Komentar