Senin, 25 Juni 2012

makalah agama primitif



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Agama Primitif
Dilihat dari segi Agama dan Primitif (keadaan yang sangat sederhana; belum maju) yang masing – masing memiliki keeratan satu sama lain, sering kali banyak di salah artikan oleh orang orang yang belum memahami bagaimana menempatkan posisi Agama dan posisi keadaan yg sangat sederhana pada suatu kehidupan.

Pada dasarnya agama primitif mempunyai dua asal-usul yaitu :
Pertama suatu ajaran yang bersumber langsung dari Tuhan yang berupa wahyu yang kemudian diturunkan kepada manusia, yeng terbuktu dengan diturunkannya Adam kedunia, namun terjadi penyelewengan agama oleh para pemeluknya. Sehingga agama yang pada dasarnya monotheisme menjadi politeisme dan bahkan animisme. Muka oleh sebab itu Tuhan menurunkan kembali utusannya guna meluruskan penyelewengan tersebut.

Kedua agama bersumber pada kajian antropologis, sosiologis, histories, dan psikologis, karena agama merupakan suatu fenomena sosial ataupun spiritual yang mengalami evolusi dari bentuk yang sederhana , biasa disebut dengan agama primitif, kepada bentuk yang sempurna.



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian agama dan kegiatan berifat primitif
Pengertian Agama : Dalam masyarakat Indonesia selain dari kata agama, dikenal pula kata “din” dari bahasa Arab dan kata “religi” dari bahasa Eropa. Agama berasal dari kata Sanskrit. Satu pendapat mengatakan bahwa kata itu tersusun dari dua kata, “a” yang berarti tidak dan “gama” yang berarti pergi, maka kata Agama dapat diartikan tidak pergi, tetap di tempat, diwarisi turun – temurun.[1][1]
Sedangkan kata “Din” itu sendiri dalam bahasa Semit berarti undang – undang atau hukum. Dalam bahasa Arab kata ini mengandung arti menguasai, menundukkan, patuh, hutang, balasan, kebiasaan.
Adapula kata Religi yang berasal dari bahasa Latin. Menurut satu pendapat asalnya ialah “relegere” yang mengandung arti mengumpulkan, membaca dan dapat juga kata relegare juga bisa diartikan mengikat. Oleh karena itu agama adalah suatu ketetapan yang dibuat oleh Tuhan Yang Maha Esa secara mutlak atau tanpa adanya campur tangan siapa saja.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ( KBBI) kata primitif yaitu keadaan yg sangat sederhana; belum maju (tt peradaban; terbelakang): kebudayaan.[2][2]
Istilah primitif atau kebudayaan ( keadaan yg sangat sederhana; belum maju ) dicirikan pada manusia atau sekelompok orang yang hidup pada waktu lampau, oleh karena itu primitif tidak dilihat sebagai sesuatu yang ada dan hidup pada masa lampau, tetapi dapat saja terjadi pada seseorang pada saat sekarang masyarakat modern.
Berdasarkan indikasi tertentu yang menunjukkan adanya karakteristik sebagai manusia primitif, bisa dilihat dari prilaku, pandangan, ataupun tradisi yang masih primitif sebagai contoh pada umumnya orang primitif tidak bisa menciptakan elektonik yang serba canggih, sehingga menganggap itu sebuah benda yang sangat keramat. selain itu, orang desa masih banayk yang bersifat primitif dibanding orang kota, baik dari segi pendidikan maupun kepercayaaan terhadap benda-benda yang dianggap keramat.
Berdasarkan hal tersebut, belum ada kesepakatan atau kesamaan pandangan berkanaan dengan istilah primitif, namun apabila pengertian primitif ini dikaitkan dengan agama, seperti yang dikemukakan oleh guru besar dari Antropologi sosial yang bernama E. Pritchard beliau menyatakan bahwa agama primitif merupakan bagian dari agama pada umumnya. Bahkan, semua orang yang berminat pada agama harus mengakui suatu studi tentang pandangan dan praktek keagamaan pada masyarakat primitif yang beraneka ragam coraknya.[3][3]
Apabila dilihat dari segi sudut pandangnya, Islam, Kristen, Hindu dan agama-agama lainnya dapat dikategorikan sebagai agama primitif, atau berawal dari praktek-praktek agama primiti, mungkiin agama ini derkembang dari agama yang kecil menjadi besar, yang dalam kurun waktu yang sangat lama tejadilah perkambanagn agama tersebut.
Banyak kita jumpai sistem ritus, kepercayaan dan etika-etika manusia primitif misalnya, dinamisme, fetitisme, dan lain-lain yang dimana kesemuanya itu merupakan nama-nama ilmiah bagi suatu jenis keagamaan, agama primitif sendiri tidak mengenal adanaya isme-isme, kecuali orang yang memeluk agama Islam ia akan menyebut dirirnya muslim, sedangkan orang primitif tigak mengenal apakah dirinya animisme, dinamisme atau sebagainya.
Dalam hal ini manusia primitif adalah sekelompok masyarakat yang memiliki cirri dan karakteristik yang mempunai isme-isme, praktek, dan tradisi tertentu yang dianut dan diyakininya. Seperti adanya kepercayaan terhadap mahluk-mahluk halus dan pemujaan terhadap arwah-arwah nenek moyang, atau melakukan ritual tertentu terhadap benda-benda yang dianggap keramat dan diperyacaya memiliki kekuatan gaib.
Maka dengan adanya hal semacam ini timbulah adanya upacara bersaji atau sesajen pada masyarakat primitif, seperti halnya upacara bersaji dimana bersaji ini merupakan suatu keyakinan dan sudah menjadi doktrin, karena kegiatan ini merupakan perwujudan dari agama. Yang memiliki fungsi sosial untuk mengintensifkan solidaritas masyarakat yang dijujukan pada Dewa melalui adanay korban binatang misalnya, yang dalam hal ini darahnya disajikan untuk para Dewa, sedangkan dagingnya untuk kita, seperti halnya yang terjadi pada kelompok masyarakat Bugis yang berada dikalimantan barat, yang dimana pada tiap tahunnya kelompok ini mengadakan upacara bersaji atau dalam kelompok ini disebut dengan “Makan-makan”, upacara makan-makan ini biasanya dilaksanakan didalam sebuah kelambu yang diadakan di atas tempat tidur orang yang melaksanakan upacara tersebut, dalamupacara ini disediakan alat-alat seperti beras kuning, beras putuh, telur ayam kampong yang mentah dan yang masak masing-masing satu buah.
Dalam pelaksanaan upacara ini setiap anak diusapkan minyak wangi dari telapak kaki sampai pada ubun-ubun, dan biasanya dilakukan oleh keluarga yang dianggap paling tua. Bisa kakek, ayah, atau kakak tertuan dalam keliarga tersebut, sedangkan waktunya biasa dilaksanakan setiap satu tahun sekali. Guna menghindarkan diri atau keluarga dari gangguan setan atau Jin yang ada dalam keluarga tersebut, serta agar semua keluarga selalu berada dalam keselamatan, serta menjauhkan diri dari gangguan penunggu laut. Biasanya upacara semacam ini wajib dilakukan pada tiap tahun, apabila tidak melakukan hal tersebut maka dalam satu keluarga dan salah satu dari keluarga tersebut ada yang tidak sempurna kehidupannya. Baik dalam hal jodoh, rizki, ataupun nasibnya dalam menjalani hidup. Namun upacara atau adapt semacam ini dapat hilang atau tidak wajib lagi dilakukan apabila salah satu keturunan dari keluarga tersebut yaitu anaknya menikah bukan dengan oaring yang berketurunan bugis, maka ia keturunan berikutnya boleh melaksanakan boleh juga tidak. Namun sebelumnnya belau harus berjanji dulu untuk meninggalkan hal tersebut agar tidak dikucilkan oleh keluarga.[4][4]
Dalam hal ini sangat bertentangan dengan ajaran islam karena mereka meminta pertolongan kepada selain Allah. Namun adapt-adat semacam ini masih banyak dilakukan oleh masyarakat primitif didaerah tersebut, walaupun mempunyai dampak positif terhadap kehidupan bermasyarakat. Iani merupakan salah satu contoh dari sebagian masyarakat primitif yang masih mempertahankan upacara atau adapt tersebut pada zaman modern saat ini, dan walaupun mereka memeluk agama islam serta rajin beribadah.
Setelah melihat uraian diatas dapat dikatakan bahwa masyarakat primitif berpadangan bahwa dunia dan alam sekitarnya bukanlah objek sebagai subjek, lain halnya dengan masyarakat modern memandang dirinya sebagai subjek sedangkan alam sebagai objeknya. Akibat dari tidak bisanya membedakan antara subjek dan objek antara manusia dan alam sektarnya, akhirnya masyarakat primitif memandang sakrala terhadap sesuatu yang dapat menimbulkan manfaat, kebaikan dan bencana, sebagai contoh apabila ada yang sakit mereka lebih mempercayai dukun dari pada dokter.
Selain itu keris pohon yang rindang mereka menganggap semua itu memiliki sesuatu yang sangat sacral sehingga perlu dipeliharan dan dihormati. Jika kita amati denda-benda tersebut menjadi sacral dikarenakan sikap manusi itu sendiri yang selalu menganggap benda itu sacral, dalam hal ini kehidupan manusia primitif dipanihi dengan upacara keagamaan. Oleh karena itu upacara-upacara keagamaan mewarnai aktivitas kehidupan mereka, seperti pada saat membuka sawah, ladang, perkawinan, serta perbuatan-perbuatan lainnya. Dalam setiap upacara memiliki mite-nya tersendiri, yang mempunyai suatu naskah atau scenario dari seluruh perbuatan manusia yang harus dilakukan pada setiap upacara dalam hidupnya.
Agama-agama primitif meskipun disana sini bersifat sinkretis (antara dua aliran), pada hakekatnya sangat berbeda-beda karena telah bercampurnya bebagai unsure. Satu contoh adalah beberapa agama yang bersifat demonistis (kepercayaan dan pemujaan terhadap roh) tetapi ada agama yang sama sekali tidak mengandung unsur-unsur demonisme. Demikian pula ada daerah tertentu yang tak mengenal totemisme, tetapi didaerah lain ada sisa-sisa toteisme yang tidak jelas dan sukar ditetapkan.

B.     Bentuk – bentuk Agama Primitif
Pada dasarnya bentuk Agama ada yang bersifat primitif dan ada pula yang dianut oleh masyarakat yang telah meninggalkan fase keprimitifan. Agama – agama yang terdapat dalam masyarakat primitif ialah Dinamisme, Animisme, Monoteisme Politeisme dll, adapun pengertiannya adalah sebagai berikut :[5][5]
1)      Agama Dinamisme ialan : Agama yang mengandung kepercayaan pada kekuatan gaib yang misterius. Dalam faham ini ada benda – benda tertentu yang mempunyai kekuatan gaib dan berpengaruh pada kehidupan manusia sehari – hari. Kekuatan gaib itu ada yang bersifat baik dan ada pula yang bersifat jahat. Dan dalam bahasa ilmiah kekuatan gaib itu disebut ‘mana’ dan dalam bahasa Indonesia ‘tuah atau sakti’.
2)      Agama Animisme ialah : Agama yang mengajarkan bahwa tiap – tiap benda, baik yang bernyawa maupun tidak bernyawa, mempunyai roh. Bagi masyarakat primitif roh masih tersusun dari materi yang halus sekali yang dekat menyerupai uap atau udara. Roh dari benda – benda tertentu adakalanya mempunyai pengaruh yang dasyat terhadap kehidupan manusia, Misalnya : Hutan yang lebat, pohon besar dan ber daun lebat, gua yang gelap dll.
3)      Agama Monoteisme ialah : Adanya pengakuan yang hakiki bahwa Tuhan satu, Tuhan Maha Esa, Pencipta alam semesta dan seluruh isi kehidupan ini baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak.
4)      Agama Politeisme ialah : mengandung kepercayaan kepada dewa-dewa. Dewa-dewa dalam politeisme talah mempunyai tugas-tugas tertentu. Tujuan beragama dalam politeisme bukan hanya memberi sesajen atau persembahan kepada dewa-dewa itu, tetapi juga menyembah dan berdoa kepada mereka untuk menjauhkan amarahnya dari masyarakat yang bersangkutan.
    Persamaan dari agama-agama primitif tersebut adalah manusia membujuk kekuatan supernatural dengan penyembahan dan saji-sajian supaya mengikuti kemauan manusia.
Perbedaan politeisme dan henoteisme ?
Jika pada politeisme, kepercayaan kepada dewa-dewa dan mengakui dewa terbesar diantara para dewa. Pada henoteisme, mengakui satu tuhan untuk satu bangsa, dan bangsa-bangsa lainnya mempunyai tuhannya sendiri. Keduanya masih menyakini dewa-dewa lain atau tuhan-tuhan lain(bukan monoteisme).[6][6]



BAB III
PENUTUP
Dari uraian tentang “Agama primitif” yang telah dipaparkan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Agama adalah mutlak ciptaan Allah SWT yang hakiki oleh karena itu agama dijamin akan kefitrahannya, kemurniannya, kebenarannya, kekekalannya, dan konstanta atau tidak dapat dirubah oleh manusia sampai kapanpun. Sedangkan primitif (kebudayaan) adalah hasil cipta, karya, rasa, karsa dan akal buah budi manusia untuk mencapai kesempurnaan hidupnya, dimana kebudayaan itu sendiri akan mengalami perubahan sejalan dengan perkembangan jaman. Oleh karena itu, penulis menekankan kepada pembaca bahwa antara agama dan primitif (budaya) meski memiliki hubungan namun tidak dapat dicampur adukan.
Demikian makalah ini disususun, semoga dapat menjadi satu dari budaya sarana dalam menerangkan antara agama dan primitif (kebudayaan).



DAFTAR PUSTAKA
Hasjmy.A.Prof. ; Sejarah Kebudayaan Islam,( Jakarta : PT Karya Uni Press,1995), Cet. Ke – 5
Joko Tri Prasetyo, Ilmu Budaya Dasar, (Jakarta ; PT Rineka Cip, 1998)
Prasetya Tri Joko, Drs. ; Ilmu Budaya Dasar, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 1998)
http://articelmakalah4u.blogspot.com/2009_07_01archive.html
http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php



[1][1] Prasetya Tri Joko, Drs. ; Ilmu Budaya Dasar, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 1998)
[2][2] http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php
[3][3] http://articelmakalah4u.blogspot.com/2009_07_01_archive.html
[4][4] Joko Tri Prasetyo, Ilmu Budaya Dasar, (Jakarta ; PT Rineka Cip, 1998) hal. 48
[5][5] Hasjmy.A.Prof. ; Sejarah Kebudayaan Islam, ( Jakarta : PT Karya Uni Press, 1995), Cet. Ke - 5
[6][6] http://ariefzuhud.blog.upi.edu/2010/03/13/agama-agama-primitif/

1 komentar:

  1. makalah saudara sudah bagus tapi saran saya tidak usah menggunakan refrensi buku sekolahan (SKI)

    BalasHapus