BAB I
PENDAHULUAN
Sebelum membuat cerita film,
kita harus menentukan tujuan pembuatan film. Hanya sebagai hiburan, mengangkat
fenomena, pembelajaran/pendidikan, dokumenter, ataukah menyampaikan pesan moral
tertentu. Hal ini sangat perlu agar pembuatan film lebih terfokus, terarah dan
sesuai. Mengembangkan naskah ke dalam program video siap pakai melalui
tahapan-tahapannya : Tahap Pra Produksi, Tahap Produksi, Tahap Pasca Produksi
Dalam produksi film sangat erat
kaitannya dengan kerabat kerja atau tim atau crue pelaksana pembuatan film dan
deskripsi kerjanya masing-masing. Adapun tim tersebut dapat terdiri atas :
1. Director,
Bertugas memimpin dan mengarahkan keseluruhan proses pembuatan film.
2. Ide
cerita, Pencetus atau pemilik ide cerita pada naskah film yang diproduksi.
3. Script
Writer, Bertugas menterjemahkan ide cerita ke dalam bahasa visual gambar
atau skenario.
4. Kameramen,
Bertugas mengambil gambar atau mengoperasikan kamera saat shooting.
5. lighting,
Bertugas mengatur pencahayan dalam produksi film.
6. Tata
musik (music director), Bertugas membuat atau memilih musik yang sesuai dengan
nuansa cerita dalam produksi film.
7. costume
designer), Bertugas membuat atau memilih dan§Tata kostum ( menyediakan
kostum atau pakaian yang sesuai dengan nuansa cerita dalam produksi film.
8. artistic
director), Bertugas membuat dan mengatur§Tata artistik ( latar dan
setting yang sesuai dengan nuansa cerita dalam produksi film.
9. Editor,
Bertugas melakukan editing pada hasil pengambilan gambar dalam produksi film.
10. Kliper,
Bertugas memberi tanda pengambilan shot dalam produksi film.
11. Pencatat
adegan, Bertugas mencatat adegan atau shot yang diambil serta kostum yang
dipakai dalam produksi film.
12. Casting,
Bertugas mencari dan memilih pemain yang sesuai ide cerita dalam produksi film.
BAB II
A. TAHAP PRAPRODUKSI ANALISIS IDE CERITA.
A. TAHAP PRAPRODUKSI ANALISIS IDE CERITA.
Sebelum membuat cerita film,
kita harus menentukan tujuan pembuatan film. Hanya sebagai hiburan, mengangkat
fenomena, pembelajaran/pendidikan, dokumenter, ataukah menyampaikan pesan moral
tertentu. Hal ini sangat perlu agar pembuatan film lebih terfokus, terarah dan
sesuai. Jika tujuan telah ditentukan maka semua detail cerita dan pembuatan
film akan terlihat dan lebih mudah. Jika perlu diadakan observasi dan
pengumpulan data dan faktanya. Bisa dengan membaca buku, artikel atau bertanya
langsung kepada sumbernya.
Ide film dapat diperoleh dari berbagai macam sumber antara lain:
Ide film dapat diperoleh dari berbagai macam sumber antara lain:
·
Pengalaman pribadi penulis yang menghebohkan.
·
Percakapan atau aktifitas sehari-hari yang
menarik untuk difilmkan.
·
Cerita rakyat atau dongeng.
·
Biografi seorang terkenal atau berjasa.
·
Adaptasi dari cerita di komik, cerpen, atau
novel.
·
Dari kajian musik, dll
B. MENYIAPKAN NASKAH
Jika penulis naskah sulit
mengarang suatu cerita, maka dapat mengambil cerita dari cerpen, novel ataupun
film yang sudah ada dengan diberi adaptasi yang lain. Setelah naskah disusun
maka perlu diadakan Breakdown naskah. Breakdown naskah dilakukan untuk
mempelajari rincian cerita yang akan dibuat film.
C. MENYUSUN JADWAL DAN BUDGETING
Jadwal atau working schedule disusun
secara rinci dan detail, kapan, siapa saja , biaya dan peralatan apa saja yang
diperlukan, dimana serta batas waktunya. Termasuk jadwal pengambilan gambar
juga, scene dan shot keberapa yang harus diambil kapan dan dimana serta
artisnya siapa. Lokasi sangat menentukan jadwal pengambilan gambar.
Hal-hal yang perlu diperhatikan
saat menyusun alokasi biaya:
• Penggandaan naskah skenario film untuk kru dan pemain.
• Penyediaan kaset video.
• Penyediaan CD blank sejumlah
yang diinginkan.
• Penyediaan property, kostum,
make-up.
• Honor untuk pemain, konsumsi.
• Akomodasi dan transportasi.
• Menyewa alat jika tidak
tersedia.
D. HUNTING LOKASI
Memilih dan mencari
lokasi/setting pengambilan gambar sesuai naskah. Untuk pengambilan gambar di
tempat umum biasanya memerlukan surat ijin tertentu. Akan sangat mengganggu
jalannya shooting jika tiba-tiba diusir dipertengahan pengambilan gambar karena
tidak memiliki ijin (dan saya mengalaminya.. hehe)
Dalam hunting lokasi perlu diperhatikan berbagai resiko seperti akomodasi, transportasi, keamanan saat shooting, tersedianya sumber listrik, dll. Setting yang telah ditentukan skenario harus betul-betul layak dan tidak menyulitkan pada saat produksi. Jika biaya produksi kecil, maka tidak perlu tempat yang jauh dan memakan banyak biaya.
E. MENYIAPKAN KOSTUM DAN PROPERTY.
Memilih dan mencari pakaian yang
akan dikenakan tokoh cerita beserta propertinya. Kostum dapat diperoleh dengan
mendatangkan desainer khusus ataupun cukup membeli atau menyewa namun
disesuaikan dengan cerita skenario. Kelengkapan produksi menjadi tanggung jawab
tim property dan artistik.
F. MENYIAPKAN PERALATAN
Untuk mendapatkan hasil
film/video yang baik maka diperlukan peralatan yang lengkap dan berkualitas.
Peralatan yang diperlukan (dalam film minimalis) :
• Clipboard.
• Clipboard.
• Proyektor.
• Lampu.
• Kabel Roll.
• TV Monitor.
• Kamera video S-VHS atau
Handycam.
• Pita/Tape.
• Mikrophone clip-on wireless.
• Tripod Kamera.
• Tripod Lampu.
G. CASTING PEMAIN
Memilih dan mencari pemain yang
memerankan tokoh dalam cerita film. Dapat dipilih langsung ataupun dicasting
terlebih dahulu. Casting dapat diumumkan secara luas atau cukup diberitahu
lewat rekan-rekan saja. Pemilihan pemain selain diperhatikan dari segi
kemampuannya juga dari segi budget/pembiayaan yang dimiliki.
H. TAHAP PRODUKSI TATA SETTING
Set construction merupakan
bagunan latar belakang untuk keperluan pengambilan gambar. Setting tidak selalu
berbentuk bangunan dekorasi tetapi lebih menekankan bagaimana membuat suasana
ruang mendukung dan mempertegas latar peristiwa sehingga mengantarkan alur cerita
secara menarik.
I. TATA SUARA
Untuk menghasilkan suara yang
baik maka diperlukan jenis mikrofon yang tepat dan berkualitas. Jenis mirofon
yang digunakan adalah yang mudah dibawa, peka terhadap sumber suara, dan mampu
meredam noise (gangguan suara) di dalam dan di luar ruangan.
J. TATA CAHAYA
Penataan cahaya dalam produksi
film sangat menentukan bagus tidaknya keualitas teknik film tersebut. Seperti
fotografi, film juga dapat diibaratkan melukis dengan menggunakan cahaya. Jika
tidak ada cahaya sedikitpun maka kamera tidak akan dapat merekam objek.
Penataan cahaya dengan menggunakan kamera video cukup memperhatikan perbandingan Hi light (bagian ruang yang paling terang) dan shade (bagian yang tergelap) agar tidak terlalu tinggi atau biasa disebut hight contrast. Sebagai contoh jika pengambilan gambar dengan latar belakang lebih terang dibandingkan dengan artist yang sedang melakukan acting, kita dapat gunakan reflektor untuk menambah cahaya.
Penataan cahaya dengan menggunakan kamera video cukup memperhatikan perbandingan Hi light (bagian ruang yang paling terang) dan shade (bagian yang tergelap) agar tidak terlalu tinggi atau biasa disebut hight contrast. Sebagai contoh jika pengambilan gambar dengan latar belakang lebih terang dibandingkan dengan artist yang sedang melakukan acting, kita dapat gunakan reflektor untuk menambah cahaya.
Reflektor dapat dibuat sendiri dengan menggunakan styrofoam atau aluminium foil yang ditempelkan di karton tebal atau triplek, dan ukurannya disesuaikan dengan kebutuhan.
Perlu diperhatikan karakteristik tata cahaya dalam kaitannya dengan kamera yang digunakan. Lebih baik sesuai ketentuan buku petunjuk kamera minimal lighting yang disarankan. Jika melebihi batasan atau dipaksakan maka gambar akan terihat seperti pecah dan tampak titik-titik yang menandakan cahaya under.
Perlu diperhatikan juga tentang standart warna pencahayaan film yang dibuat yang disebut white balance. Disebut white balance karena memang untuk mencari standar warna putih di dalam atau di luar ruangan, karena warna putih mengandung semua unsur warna cahaya.
K. TATA KOSTUM (WARDROBE)
Pakaian yang dikenakan pemain
disesuaikan dengan isi cerita. Pengambilan gambar dapat dilakukan tidak sesuai
nomor urut adegan, dapat meloncat dari scene satu ke yang lain. Hal ini
dilakukan agar lebih mudah, yaitu dengan mengambil seluruh shot yang terjadi
pada lokasi yang sama. Oleh karenanya sangat erlu mengidentifikasi kostum
pemain. Jangan sampai adegan yang terjadi berurutan mengalami pergantian
kostum. Untuk mengantisipasinya maka sebelum pengambilan gambar dimulai para
pemain difoto dengan kamera digital terlebih dahulu atau dicatat kostum apa
yang dipakai. Tatanan rambut, riasan, kostum dan asesoris yang dikenakan dapat
dilihat pada hasil foto dan berguna untuk shot selanjutnya.
L. TATA RIAS
Tata rias pada produksi film
berpatokan pada skenario. Tidak hanya pada wajah tetapi juga pada seluruh
anggota badan. Tidak membuat untuk lebih cantik atau tampan tetapi lebih
ditekankan pada karakter tokoh. Jadi unsur manipulasi sangat berperan pada
teknik tata rias, disesuaikan pula bagaimana efeknya pada saat pengambilan gambar
dengan kamera. Membuat tampak tua, tampak sakit, tampak jahat/baik, dll.
M. TAHAP PASCA PRODUKSI PROSES
EDITING
Secara sederhana, proses editing
merupakan usaha merapikan dan membuat sebuah tayangan film menjadi lebih
berguna dan enak ditonton. Dalam kegiatan ini seorang editor akan
merekonstruksi potongan-potongan gambar yang diambil oleh juru kamera.
Tugas editor antara lain sebagai berikut:
Tugas editor antara lain sebagai berikut:
• Menganalisis skenario bersama sutradara dan juru kamera mengenai kontruksi dramatinya.
• Melakukan pemilihan shot yang terpakai (OK) dan yang tidak (NG) sesuai shooting report.
• Menyiapkan bahan gambar dan menyusun daftar gambar yang memerlukan efek suara.
• Berkonsultasi dengan sutradara atas hasil editingnya.
• Bertanggung jawab sepenuhnya atas keselamatan semua materi gambar dan suara yang diserahkan kepadanya untuk keperluan editing.
N. REVIEW HASIL EDITING
Setelah film selesai diproduksi
maka kegiatan selanjutnya adalah pemutaran film tersebut secara intern. Alat
untuk pemutaran film dapat bermacam-macam, dapat menggunakan VCD/DVD player
dengan monitor TV, ataupun dengan PC (CD-ROM) yang diproyeksikan dengan
menggunakan LCD (Light Computer Display). Pemutaran intern ini berguna untuk
review hasil editing. Jika ternyata terdapat kekurangan atau penyimpangan dari
skenario maka dapat segera diperbaiki. Bagaimanapun juga editor juga manusia
biasa yang pasti tidak luput dari kelalaian. Maka kegiatan review ini sangat
membantu tercapainya kesempurnaan hasil akhir suatu film.
O. PRESENTASI DAN EVALUASI
Setelah pemutaran film secara
intern dan hasilnya dirasa telah menarik dan sesuai dengan gambaran skenario,
maka film dievaluasi bersama-sama dengan kalangan yang lebih luas. Kegiatan
evaluasi ini dapat melibatkan :
• Ahli Sinematografi.
• Untuk mengupas film dari segi
atau unsur dramatikalnya.
• Ahli Produksi Film.
• Untuk mengupas film dari segi
teknik, baik pengambilan gambar, angle, teknik lighting, dll.
• Ahli Editing Film (Editor).
• Untuk mengupas dari segi
teknik editingnya.
• Penonton/penikmat film.
• Penonton biasanya dapat lebih
kritis dari para ahli atau pekerja film. Hal ini dikarenakan
mereka mengupas dari sudut
pandang seorang penikmat film yang mungkin masih awam dalam
pembuatan film.
BAB III
A. PARADOX DAKWAH POPULER
Kasus boomingnya ‘film
dakwah’, creator film ‘mencuri’ symbol-simbol Islam untuk dijual. Dari
mulai kerudung, bahasa arab, pesantren, lembaga dakwah hingga tempat ibadah.
Kemunculan ‘bahasa’ agama tersebut secara nyata mampu menyihir pandangan
penonton. Simulasi bahasa agama dalam imagy popular yang diputar secara
berulang-ulang berpengaruh terhadap sifat bujukan dari film. Menurut hasil
penelitian yang dilakukan oleh Willian L. River, Jay W. Jensen dan Theodore
Petersen (2003) akan pengaruh media film terhadap masyarakat tidak saja terhadap
perilaku namun dapat melakukan modifikasi pesan.
Modifikasi ini dapat kita
cermati dalam kehidupan masyarakat, bagaimana misalnya kasus-kasus asusila yang
dilakukan oleh perempuan berkerudung atau kekerasan yang dilakukan oleh
orang-orang yang beragama. Maki merajalelanya berbagai macam korupsi serta
kekerasan diantara para pelajar dan mahasiswa kita menunjukan bahwa syiar,
melalui film-film dakwah berbanding terbalik dengan boomingnya film dakwah.
Sifat bujuk rayu media massa (film) tidak berbanding lurus dengan tujuan dari
syiar. Syiar pada akhirnya alih-alih mengajarkan kedalaman dalam menghayati
hidup seseorang sebagai manusia beragama, agar hidup lebih sabar, bijak dan
terbuka justeru sebaliknya. Hal inilah yang disinggung oleh Yasraf (2011) bahwa
dakwah popular yang berada dalam imajinasi popular berada dalam situasi
paradox, ia berada antara kedalaman dan permukaan, antara kesederhanaan dan
glamoritas, antara spirit mulia dan hasrat rendah. Hal ini menurut Yasraf
disebabkan karena imajinasi agama berada dalam ruang imajinasi popular yang
tidak bersesuaian dengan kedalaman, kemuliaan dan kesucian wacana spiritual
sehingga terjebak dalam situasi yang kontradiksi.
B. TANTANGAN
BAGI DA’I DAN LEMBAGA DAKWAH
Perkembangan media komunikasi
mendorong para Da’i untuk berperan serta sebagai bagian dari kewajiban syiar.
Mereka menjadi bagian tak terpisahkan dari sinetron dan film sebagai media
dakwahnya. Substansi pesan agama adalah perubahan perilaku penonton yang
menjadi umatnya. Oleh karena itu seorang Da’i mempunyai tanggung jawab untuk
memodifikasi perilaku umat ke arah yang positif. Da’i pun memiliki
tanggungjawab lebih daripada sekedar bertabligh.
Bermunculannya media popular
semacam sinetron dan film dakwah yang kini sedang naik daun ditengarai tidak menyelesaikan
masalah keumatan, alih-alih memberikan penghayatan kedalaman agama sehingga
umat memiliki sifat dan sikap sabar, bijak dan tawakkal, justeru menjadi cepat
marah, tersinggung dan tidak sabaran seperti disinggung oleh KH. Miftah Faridl.
Oleh karena itu, menjadi
tantangan khusus bagi para da’I popular yang memiliki umat paling banyak dan
menjadikan media massa sebagai uslub dakwahnya harus mampu
mengendalikan agar tabligh dan dakwahnya tidak terjebak pada kontradiksi yang
justeru membawa umatnya kepada kedangkalan. Tanggung jawab tidak dipikul oleh
da’i secara personal namun juga bagi lembaga-lembaga dakwah yang menggunakan
televisi/ film sebagai media dakwahnya agar mampu menghasilkan karya yang dapat
memberikan penghayatan kedalaman beragama kepada umat sehingga makna dan nilai
pesan dakwah tidak bergeser menjadi mitos. Wallahu ‘Alam.
BAB IV
KESIMPULAN
Perkembangan media komunikasi
mendorong para Da’i untuk berperan serta sebagai bagian dari kewajiban syiar.
Mereka menjadi bagian tak terpisahkan dari sinetron dan film sebagai media
dakwahnya. Substansi pesan agama adalah perubahan perilaku penonton yang
menjadi umatnya. Oleh karena itu seorang Da’i mempunyai tanggung jawab untuk
memodifikasi perilaku umat ke arah yang positif. Da’i pun memiliki
tanggungjawab lebih daripada sekedar bertabligh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar